Kamis, 24 September 2009

Siapkan Hidangan Lebaran UTAMAKAN MENU PANGAN LOKAL

Siapkan Hidangan Lebaran
UTAMAKAN MENU PANGAN LOKAL


* Sudah menggejala bahwa makanan roti kurang diminati bagi tamu saat lebaran. Panganan/snack lokal nampak lebih menjadi pilihan seperti tape ketan, carang gesing dan lain-lain. Maka masyarakat sebaiknya menyiapkan hidangan lebaran lebih variatif tidak monoton roti.
* Rupanya masyarakat Indonesia sudah mulai tidak menganggap roti sebagai makanan istimewa, bahkan ada kesan jenuh. Tamu halal bihalal cenderung memilih makanan tradisional dalam kunjungan silaturahmi antar kerabat. Terlebih karena usai melaksanakan ibadah puasa banyak yang memilih makanan yang segar, manis, bahkan yang bernuansa tradisional. Bahkan hidangan seperti buah pisang, dawet, nogosari, dan lain-lain lebih dipilih untuk dikonsumsi.
* Kesan bahwa masyarakat jenuh mengkonsumsi roti, lebih-lebih roti kering, sesunggunnya telah merupakan gejala umum. Selain tidak ada nuansa yang istimewa rasa roti kering juga cenderung monoton. Bahkan hanya sebagian jenis roti kering yang memiliki rasa yang benar-benar enak.
* Kondisi demikian sesungguhnya merupakan momentum yang sangat baik dan menguntungkan bagi masyarakat. Pertama, bagi petani merupakan kesempatan untuk memproduksi berbagai makanan dengan bahan baku lokal dengan kreatifitas semaksimal mungkin. Kedua, bagi masyarakat konsumen merupakan peluang yang baik untuk menunjukkan rasa nasionalisme bahwa telah mengutumakan makanan dari bahan baku lokal dan tidak memilih makanan roti yang notabene dari bahan baku impor (gandum).
* Dalam pembangunan sektor pertanian Indonesia, sekaligus dalam upaya pemberdayaan ekonomi dalam negeri memaksimalkan penggunaan bahan baku lokal dan mengurangi bahan baku impor sesungguhnya sudah sangat mendesak. Apabila pemanfaatan bahan baku lokal terus dipacu maka akan memperkuat pasar produk domestik tersebut. Sebaliknya impor gandum yang serba dipermudah sesungguhnya menyebabkan petani/masyarakat Indonesia kurang memiliki semangat untuk memproduksi.
* Gejala seperti di atas menunjukkan bahwa dari aspek selera, sebenarnya masyarakat tidak ada masalah dengan makanan lokal. Nampaknya yang terjadi masyarakat sering terjebak pada rasa gengsi bahkan cenderung latah. Kejenuhan terhadap makanan sejenis roti (berbahan dasar gandum) merupakan satu pergeseran alamiah yang positif





Bantul, 16 September 2009
Regards,
Ir. Edy Suhariyanta, MMA

Kamis, 10 September 2009

Tiap Tahun Tikus Timbulkan Kerugian Petani Argosari

Tiap Tahun Timbulkan Kerugian Petani Argosari
2314 Ekor Tikus Dibantai dalam Gropyokan

* Dalam periode tiga minggu terakhir sebanyak 2314 ekor tikus berhasil dibantai di Bulak Gubug Argosari Kecamatan Sedayu. Pembantaian dilakukan dalam kegiatan Gropyokan tiap dua hari sekali, sejak tanggal 18 Agustus - 9 Spetember 2009. Yaitu sejak tanaman padi di Bulak Gubug dipanen. Gropyokan dilakukan sambil menunggu sama tanam padi berikutnya.
* Hama tikus telah menjadi ancaman endemi di wilayah Argosari dan sekitarnya. Populasi tikus di daerah tersebut memang cukup sulit diatasi karena adanya jalur rel kereta api sepanjang 1500 m dan gundukan-gundukan tanah di tengah sawah. Upaya gropyokan juga mengalami hambatan karena adanya jalur rel kereta api tersebut, sebab setiap tikus lari bersembunyi di lubang pada tanggul rel kereta api para petani tidak berani lagi membongkar liang persembunyian tikus. Sehingga jalur rel kereta api tersebut telah menjadi sarang tikus terpanjang di Bantul.
* Sedangkan gundukan-dundukan di tengah sawah (menyerupai tanah tegalan) juga menjadi hambatan gropyokan karena ternyata pemiliknya adalah orang-orang bukan penduduk asli.
* Gropyokan tikus di kelompok tani Gubug melibatkan sekitar 30 orang anggota kelompok tani dibantu oleh tenaga teknis dari BPTPH (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura) DIY. Gropyokan menjadi metode pengendalian hama tikus yang dinilai cukup efektif karena para petani langsung bisa memastikan bahwa tikus tersebut telah mati. Sedangkan metode lain seperti pemasangan umpan (klerat) dan metode pengasapan menggunakan karbid ataupun belerang hasilnya tidak bisa dipastikan. Karena petani tidak bisa tahu apakah tikus-tikus tersebut telah benar-benar mati atau tidak.
* Yang memprihatinkan adalah bahwa serangan hama tikus sepertinya tidak mereda dari tahun ke tahun sekalipun telah dilakukan gropyokan pada saat lahan bero (tidak ada tanamannya). Gerakan gropyokan memang hanya bisa dilakukan ketika lahan sedang bero agar tidak merusak tanaman yang ada.
* Memang benar bahwa serangan hama tikus di Argosari tidak sampai menyebabkan tanaman puso (gagal panen), namun tingkat serangannya dari musin ke musim tidak kurang dari 10%. Sehingga kerugian yang ditimbulkan adalah per hektarnya sekitar 0,7 ton gabah kering panen (GKP) atau senilai Rp. 1.580.000,- per hektarnya sehingga untuk wilayah Argosari saja yang luas tanaman padinya 250 Ha akan menimbulkan kerugian sebesar Rp. 295.400.000,- per musim panen.
* Dinas Pertahut Kabupaten Bantul sangat menghargai dan memberikan apresiasi yang tinggi kepada kelompok tani Gubug Argosari yang secara swakarsa telah melakukan gropyokan tikus.


Bantul, 10 September 2009
Regards
Ir. Edy Suhariyanta, MMA